Kebiasaan Internasional (International Custom)

 


Hukum kebiasaan internasional, pada awalnya, merupakan sumber hukum yang paling penting dalam konteks hukum internasional. Namun, peran utamanya kemudian digantikan oleh perjanjian internasional sebagai instrumen dominan dalam mengatur hubungan internasional. Meskipun begitu, kebiasaan internasional tetap memiliki arti penting yang tak terbantahkan. Sebuah tonggak penting dalam pengakuan kebiasaan sebagai hukum di masyarakat internasional terjadi dalam kasus Anglo-Norwegian Fisheries.


Sengketa antara Inggris dan Norwegia muncul karena perbedaan dalam penetapan garis pangkal laut territorial di antara kedua negara ini. Inggris menilai bahwa penetapan garis pangkal oleh Norwegia, yang ditarik dari skjaergaard, tidak sesuai dengan hukum internasional. Skjaergaard adalah wilayah laut yang memisahkan pulau-pulau kecil, fjord, dan karang, dan Inggris berpendapat bahwa garis pangkal harus ditarik dari daratan yang kering. Inggris merasa dirugikan oleh tindakan Norwegia ini dan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional.


Mahkamah Internasional memeriksa kasus ini selama dua tahun dan akhirnya memutuskan bahwa metode dan hasil penetapan garis pangkal laut territorial oleh Norwegia sesuai dengan hukum internasional. Mahkamah tersebut mengambil empat pertimbangan penting: pertama, wilayah tersebut telah menjadi wilayah milik Norwegia sejak abad ke-17; kedua, skjaergaard masih memiliki hubungan teritorial dengan daratan Norwegia, menjadikannya wilayah kedaulatan Norwegia; ketiga, wilayah ini memiliki pentingnya ekonomi bagi penduduk lokal Norwegia, terutama nelayan-nelayan Norwegia; dan keempat, skjaergaard dianggap sebagai daratan karena kondisi geografis Norwegia yang terdiri dari pegunungan dan pantai berkarang.


Penting untuk diingat bahwa tidak semua kebiasaan dapat dianggap sebagai sumber hukum internasional. Hanya kebiasaan yang diterima sebagai hukum oleh masyarakat internasional yang memiliki arti dalam sistem hukum internasional. Dua ciri utama suatu kebiasaan yang dapat dianggap sebagai sumber hukum internasional adalah bahwa kebiasaan tersebut bersifat umum dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat internasional.


Menurut Georg Schwarzenberger, hukum kebiasaan internasional harus mencakup dua elemen utama: praktek umum negara-negara (general practice of States) dan diterima oleh negara-negara sebagai hukum (acceptance by States of this general practice as law). Untuk membuktikan keberadaan hukum kebiasaan internasional, praktek negara-negara tidak hanya harus mengikuti kebiasaan tersebut, tetapi juga harus berhubungan dengan kewajiban yang mengikat negara tersebut dan akibat-akibat hukum dari kewajiban tersebut.


Dalam hal ini, praktek negara-negara merupakan bahan dasar dari hukum kebiasaan. Oleh karena itu, elemen praktek negara-negara merupakan elemen kunci dalam menentukan apakah suatu kebiasaan dapat dikategorikan sebagai hukum internasional. Praktek negara-negara mencakup perbuatan, penerjemahan dalam bentuk aturan, dan bentuk perilaku lainnya sepanjang tindakan tersebut merupakan pengakuan terhadap kebiasaan yang sudah ada.


Untuk memahami kebiasaan internasional, diperlukan waktu yang wajar untuk mengamati tindakan negara-negara yang mengacu pada kebiasaan yang ada, sebagai bentuk pengakuan terhadap kebiasaan tersebut. Beberapa bentuk yang diakui sebagai bukti hukum kebiasaan internasional oleh Komisi Hukum Internasional (ILC) termasuk traktat, keputusan pengadilan nasional dan internasional, legislasi nasional, korespondensi diplomatik, pendapat penasihat hukum nasional, dan praktek organisasi internasional.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama