Gimmick-nya Erick, Ngebet Jadi Cawapres Tapi Bersyarat


"... namun apakah syarat ini juga menjadi alat untuk mengambil keuntungan dari kepentingan politik para partai? Pertanyaannya adalah seberapa besar kepentingan rakyat di balik persyaratan ini? "

ERICK Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), telah mengemukaan beberapa syarat yang harus terpenuhi jika dia menjadi Bakal Calon Wakil Presiden. Namun, jika ditinjau lebih kritis, saya menganggap bahwa syarat-syarat tersebut sebenarnya hanya gimmick atau trik politik belaka. Selain itu, memang terasa agak aneh bahwa seseorang yang menginginkan dan ngebet dengan posisi cawapres justru dia yang menentukan persyaratan.
 

Salah satu syarat yang diajukan adalah adanya 'chemistry' atau kesesuaian visi dan misi dengan Bakal Calon Presiden. Ini terdengar seperti hal yang lumrah, namun banyak yang bertanya-tanya apakah 'chemistry' ini benar-benar penting ataukah sekadar alasan untuk memperkuat posisinya dalam persaingan politik. Dalam politik, tidak jarang kita melihat retorika yang manis dan kesepakatan semu di balik layar.
 

Syarat lainnya adalah dukungan dari koalisi partai politik. Tentu saja, dukungan dari berbagai partai akan memberikan keuntungan dalam perjalanan politik, namun apakah syarat ini juga menjadi alat untuk mengambil keuntungan dari kepentingan politik para partai? Pertanyaannya adalah seberapa besar kepentingan rakyat di balik persyaratan ini?
 

Selain itu, Erick menegaskan kesiapannya untuk melanjutkan program-program pemerintahan saat ini. Tetapi, apakah ini menunjukkan komitmen nyata untuk melanjutkan pembangunan yang ada ataukah hanya sekadar menjaga status quo? Dalam politik, janji-janji manis sering kali disampaikan, tetapi implementasinya tidak selalu sesuai dengan harapan.
 

Selanjutnya, aspirasi untuk berada di pemerintahan yang bekerja untuk rakyat sebenarnya adalah hal yang patut diapresiasi. Namun, apakah ini hanyalah retorika politik ataukah dia telah memiliki rencana konkret dan solusi untuk mewujudkannya? Pencapaian visi seperti ini memerlukan strategi dan aksi yang jelas.
 

Pernyataan Erick agar tidak terlibat dalam 'kawin paksa' politik juga menarik perhatian. Namun, ini menimbulkan pertanyaan apakah sikap ini bersumber dari integritas dan keyakinan pribadi, ataukah justru merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dan popularitas dari kalangan tertentu.
 

Terakhir, ketika dia membahas peluangnya untuk mendampingi calon presiden tertentu, hal ini menunjukkan bahwa dia tidak ingin tergantung hanya pada satu partai politik. Namun, sisi anehnya adalah mengapa sebagai calon wakil presiden dia malah menentukan syarat seperti ini? Mestinya, yang mengajukan persyaratan semacam itu adalah seorang calon presiden. 
 

Jadi, dengan mempertimbangkan berbagai tersebut di atas, kita layak mempertanyakan apakah syarat-syarat yang diajukan Erick hanya sekadar gimmick alias hanya sekedar pemanis belaka ataukah memang substantif. Politik memang penuh dengan intrik dan taktik untuk mencapai tujuan tertentu, dan sebagai pemilih, kita harus waspada dan kritis dalam mengevaluasi pernyataan politik para calon pemimpin.
 

Kenyataannya adalah bahwa politik memang penuh dengan dinamika yang kompleks dan sering kali sulit dipahami. Dalam menghadapi pemilihan presiden berikutnya, penting bagi kita untuk tetap kritis dan mencari pemimpin yang memiliki komitmen nyata untuk melayani rakyat dan menciptakan perubahan positif. Tidak cukup hanya mengandalkan janji-janji manis dan gimmick, tetapi kita harus mencari bukti nyata dari rekam jejak dan integritas calon pemimpin. Dengan demikian, kita dapat membuat keputusan yang bijaksana dan berdampak positif bagi bangsa dan negara (***) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama